Rabu, 08 Februari 2012

Berkebun Yuk!





Setiap saat tanpa kita sadari, kita selalu menghirup segarnya oksigen untuk bernafas secara gratis. Setiap saat pula kita menikmati segarnya air minum untuk keberlangsungan hidup. Tentu kita semua faham, bahwasanya tidak semua udara yang kita hirup untuk bernafas adalah sehat dan menyegarkan. Kita semua pernah merasakan betapa tak sehatnya udara di jalan raya yang dicemari asap knalpot.

Kita semua faham bahwasanya udara yang tercemar tadi tidak menjadi sehat begitu saja. Di sana ada peran serta pepohonan yang menjalankan simbiosis mutualisme melalui proses fotosintesis. Pepohonan membutuhkan carbon dan melepas oksigen yang dibutuhkan oleh manusia.

Kita semua faham bahwasanya keberadaan manusia membutuhkan ruang dan berbagai kebutuhan yang mengurangi populasi pepohonan. Rumah sebagai tempat tinggal, jalan dan berbagai ruang lain sebagai tempat manusia beraktifitas. Semakin banyak populasi manusia tentu semakin mengurangi popluasi pepohonan.

Kita semua faham bahwasanya pepohonan tidak memiliki kemampuan untuk meningkatkan populasi sehebat manusia dalam meningkatkan populasi. Dibutuhkan peran serta manusia untuk membuat keseimbangan antara supply dan demand. Walaupun pepohonan memiliki dua cara untuk berkembang biak, yaitu generatif dan vegetatif, tetap saja masih membutuhkan manusia agar lebih masif dalam perkembangbiakan.

Kita semua faham bahwasanya air yang kita minum kebanyakan adalah air tanah, karena air permukaan terlalu kotor sehingga memerlukan berbagai proses pemfilteran. Tanah telah sukses melakukan proses pemfilteran dengan sempurna sehingga air siap kita minum.

Kita semua faham bahwasanya air tanah berasal dari air permukaan yang masuk kedalam tanah untuk difilter. Peningkatan populasi manusia, tentu akan meningkatkan volume pengambilan air tanah dan mengurangi pasokan air tanah. Ruang-ruang yang digunakan manusia dalam beraktifitas menutup pintu masuk air permukaan ke dalam tanah.

Kita semua faham bahwasanya dibutuhkan peran serta manusia untuk menjaga keseimbangan antara manusia sebagai demand dan alam sebagai supplier. Dari dua jenis permasalahan manusia di atas, udara segar dan air bersih, dapat disolusikan dengan satu tindakan yaitu menanam pohon.

Dengan menanam pohon kita dapat berpartisipasi menambah mesin pemroduksi oksigen dan membuka pintu masuk air permukaan meresap ke dalam tanah. Berbagai jenis pohon dapat kita tanam sesuai selera dan kondisi lingkungan. Dalam hal ini alhamdulillah penulis memilih Jati untuk ditanam.

Berbagai manfaat dapat diperoleh dari pohon jati, baik secara ekonomis, sosial dan konservasi alam. Saya yakin kita semua faham akan hal ini. Jenis jati yang saya tanam bermerk dagang Jumbo Neo Solomon, yang dikeluarkan oleh CV Alam Hijau Makmur Bogor.  CV AHM dikendalikan oleh Bapak Hari Winarsa pegawai Indocement asal Klaten. Menurut teori, jati ini sudah bisa dipanen dalam usia 10 tahun, karena memang belum pernah merasakan, ya semoga saja teori tersebut benar. Bagi yang pingin tahu lebih banyak tentang jati Jumbo Neo Solomon, tentu lebih baik kontak ke nara sumbernya, yaitu pak Hari Winarsa di nomor 081381366188.

Yang saya tahu sedikit tentang Jumbo Neo Solomon adalah jati ini dikembangkan dengan cara kultur jaringan. Kultur jaringan/Kultur In Vitro/Tissue Culture adalah suatu teknik untuk mengisolasi, sel, protoplasma, jaringan, dan organ dan menumbuhkan bagian tersebut pada nutrisi yang mengandung zat pengatur tumbuh tanaman pada kondisi aseptik,sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman sempurna kembali.

Kita tahu kalau Pohon mangga punya 100 buah, lalu bijinya kita tanam, 100 tanaman baru tadi belum tentu memiliki rasa yang sama. Tapi kalau kita cangkok menjadi 10 batang, maka 10 pohon baru memiliki rasa yang sama. Nah kultur jaringan ini adalah jenis perkembangbiakan vegetatif yang menghasilkan pohon baru yang sama dengan induknya dengan jumlah bukan lagi 10, tetapi 10 juta pohon. Ya itulah Bio Technology.




Minggu, 05 Februari 2012

SAYANG PADAKU - Novia Kolopaking



Sayang Padaku
voc. Novia Kolopaking
Duka derita duka laraku didunia
Tidaklah aku sesali juga tak akan aku tangisi
Sesakit apapun yang kurasakan dalam hidupku
Semoga tak membuatku kehilangan jernih jiwaku
Andaikan dunia mengusir aku dari buminya
Tak akan aku merintih juga tak akan aku mengemis
Ketidak adilan yang ditimpakan oleh manusia
Bukanlah alasan bagiku untuk membalasnya
Asalkan kerna itu
Tuhan menjadi sayang padaku
Segala kehendak-Nya
Menjadi syurga bagi cintaku
Bukanlah apa kata manusia yang ku ikuti
Tetapi pandangan Allah tuhanku yang kutakuti
Ada tiadaku semata-mata milik-Nya jua

Pay It Forward

Istilah ini menjadi populer ketika dijadikan judul dari sebuah novel dan film. Kisahnya bercerita seorang anak berusia 8 tahun yang bernama Trevor yang memiliki impian dunia dipenuhi dengan orang yang saling mengasihi. Dia memulai dengan memberikan kebaikan kepada tiga orang di sekitarnya, diharapkan tiga orang ini juga akan memberikan kebaikan kepada orang-orang disekitarnya.

Dari uraian singkat ini, sepertinya diantara kita sudah ada yang menangkap suatu skema yang tak asing, yaitu skema Multi Level Marketing. Kalau Ustad Yusuf Mansyur membuat skema serupa dengan nama Multi Level Amal. Namun dalam kesempatan ini saya tidak pingin berbicara banyak tentang MLM, namun saya menangkap sebuah semangat yang menggerakkan kegiatan pay it forward yaitu rela berkorban, rela memberi terlebih dahulu sebelum menerima. Sekali lagi saya tekankan memberi sebelum menerima.

Saya sangat meyakini hukum ‘kekekalan energi’ ini, siapa yang memberi pasti menerima. Memang istilah ini meminjam terminologi fisika, namun definisinya tentu tidak sama persis. Kalau di dunia fisika, hukum kekekalan energi time respond-nya saat itu juga, sementara di kehidupan sosial ada delay dalam time respond. Nah delay inilah yang membuat sebagian manusia kurang mempercayainya dan kurang berminat dengan pay it forward. Untuk mampu melakukan pay it forward dibutuhkan energi penggerak yaitu iman.

Dalam kehidupan sosial, hukum kekekalan energi bisa juga dibaca terbalik. Bisa jadi proses menerima datang terlebih dahulu sebelum memberi, tetapi setelah itu harus dilanjutkan dengan proses memberi. Apabila proses memberi tidak dilakukan, maka akan ada mekanisme pengambilan. Sebuah proses berpindahnya kepemilikan yang terjadi tanpa dikehendaki, dan biasanya menimbulkan rasa sakit.

Filosofi memberi didepan sebenarnya sudah diajarkan oleh berbagai macam agama, ditulis dalam berbagai kitab suci hingga pedoman dasar ber-pramuka, dikhutbahkan setiap waktu oleh para khatib hingga pembina upacara. Namun entah mengapa ajakan itu bagaikan gelombang radio yang mengalami interferensi. Dibutuhkan booster sebagai penguat agar dapat diterima receiver dengan baik.

Salah satu yang membedakan hukum energi versi fisika dengan versi sosial adalah volume yang diterima tidak sama dengan volume ketika memberi. Kelipatannya bervariasi hingga 700 kali lipat bahkan lebih. Dalam kontek ini kita juga bisa menggunakan pendekatan ekonomis. Memberi di awal dikategorikan sebagai investasi, sementara memberi di akhir dikategorikan sebagai biaya.

Seorang investor adalah adalah orang yang menanamkan modal diawal dan menikmati hasil investasinya kelak dikemudian hari. Walaupun nantinya dia tidak bekerja lagi, namun dia masih bisa menikmati hasil investasinya. Hasil yang dia dapat berlipat-lipat lebih besar dari jumlah yang ia berikan di awal. Sementara kalau kita menerima terlebih dahulu, maka setelah itu kita akan dikenakan biaya yang besarnya setaraf dengan apa yang telah kita terima.

Investasi dan biaya di atas adalah sekedar ilustrasi, kita bisa kembangkan dalam sisi kehidupan yang lain. Misalnya kesehatan. Ada ungkapan mencegah lebih baik dari pada mengobati. Silahkan dilanjutkan sendiri dengan sisi-sisi kehidupan yang lain.