Sabtu, 26 Februari 2011
BUKIT KUBU
Salah satu tempat wisata yang unik di Medan adalah Bukit Kubu. Tempat ini formatnya seperti lapangan golf, tetapi difungsikan untuk main laying-layang, sepak bola dan aneka permainan lainnya. Karena tempatnya yang sejuk, walaupun beraktifitas di siang haripun tak terasa panas mataharinya. Curah hujan di sini cukup tinggi, jadi siap-siap saja ketika asyik bermain akan diganggu dengan datangnya hujan.
Tarif masuk ke Bukit Kubu cukup murah, satu mobil dengan isi dua orang dewasa dan dua anak-anak Cuma Rp. 45000, dengan mendapat 1 buah tikar dan 1 buah layang-layang. Fasilitas yang tersedia diantaranya parkir yang luas, musholla, kamar mandi dan penginapan.
Tempat ini lebih cocok untuk acara kebersamaan, misalnya family gathering, kelompok pengajian dll. Bapak-bapak dan anak-anak bisa main bola atau laying-layang, sementar ibu-ibu ngobrol di tikar sambil menyiapkan makanan. Sebaiknya memang membawa bekal makanan dari rumah, lebih gayeng dan meriah.
Di Brastagi cukup banyak tempat wisata, jadi setelah puas di Bukit Kubu bisa dilanjutkan ke Micky Holiday atau Hill Park (Dufannya Medan) , atau tempat wisata lainnya.
Minggu, 04 Juli 2010
Pantai Perjuangan Jono Batubara
Mengisi liburan anak-anak, kami berlima keluarga jalan-jalan ke Pantai Perjuangan Jono di daerah Kuala Tanjung Kabupaten Batubara. Diantara kami belum ada yang pernah kesana, jadi masih bertanya-tanya untuk menuju kesana. Awalnya bermodalkan informasi dari Google Earth dan internet.
Dari Medan berangkat pukul 08.30 dengan check point di Tebing Tinggi. Pertigaan Tebing Tinggi kalau yang ke kanan menuju Siantar, kami ambil yang kiri, jalur Jalintim Sumatra. Di sebuah pom bensin kami berkumpul untuk ke toilet dan isi bensin. Dari petugas pompa bensin diperoleh informasi jalan menuju lokasi. Setelah jalan lagi, ketemu dengan simpang tiga yang sudah ada papan petunjuk menuju Inalum (pabrik aluminium ) dan Pantai Perjuangan Jono. Jalannya cukup besar dan mulus, begitu ketemu pertigaan yang ke kiri ke Tanjung Gading, jalan terus saja. Sebenarnya begitu mendekati lokasi ada papan petunjuk kea rah pantai, namun tertutup oleh warung penjual aqua, sehingga kami keblanjur dan berkali-kali Tanya. Jalan masuknya tepat di bawah tower selular, berupa jalan tanah. Ada pertigaan belok kanan, dan setelah itu ada papan petunjuk menuju pantai. Walaupun kami pergi di hari Sabtu di saat liburan sekolah, tempat wisata ini sepi pengunjung. Tiket masuk Rp.5000 untuk dewasa dan parkir mobil Rp.5000, cukup murah.
Masuk lokasi pantai serasa di padang pasir. Hamparan pasir putih yang luas dengan sedikit pephonan. Bibir pantai tidak kelihatan karena letaknya dibawah hamparan pasir. Anak-anak sudah tidak tahan lagi, segera nyebur ke laut. Di sana terdapat cukup banyak pondok dan penyewaan tikar serta kamar mandi. Sayangnya waktu kami kesana listrik mati sehingga air tidak tersedia, nggak jadi nyebur deh. Untungnya setelah cari-cari, masih tersedia kamar mandi yang ada airnya, Alhamdulillah anak-anak bias mandi. Di pantai tersedia lapangan sepakbola dan volli, sayangnya tidak ada yang jual layang-layang. Kalau dibandingkan dengan Parang Tritis di Jogja, Pantai Perjuangan Jono lebih asyik padang pasirnya, lebih luas dan putih, Cuma airnya tidak biru. Ombaknya tidak besar sehingga anak-anak bisa bermain dengan aman.
Pondok Terapung Pagurawan
Setelah dari Pantai Perjuangan Jono, perjalanan kami lanjutkan ke Pondok Terapung Pagurawan, sebuah rumah makan di atas muara sungai yang bermenukan aneka ikan. Untuk menuju lokasi, kami kembali menemui kesulitan karena tidak adanya papan petunjuk. Berkali-kali kami bertanya, dan sempat ragu juga dalam perjalanan karena jalannya yang kecil. Begitu duduk di pondok, sempat bingung juga lho kita mau makan apa nih, kok nggak ada petugas yang nawarin menu. Ternyata harus mendatangi sendiri ke petugas, baru setelah itu dipersilahkan ke belakang memilih ikan apa yang akan dipesan. Di situ ada Kerapu, Kakap, Bawal, Ekor Kuning, Kepiting dll. Cukup lama kami menunggu sekitar satu jam, jadi kelaparan nih. Sebenarnya masakannya ya biasa saja, harganyapun standar, Cuma penasaran saja karena Pak Bondan sudah pernah kesana, para pejabat juga, mulai bupati, gubernur, pangdam dan yang lainnya yang fotonya terpampang di dinding. Yang jelas beda dengan yang lainnya adalah tempatnya. Sambil menunggu masakan kita bias melihat hilir mudik perahu, lalu lintas di jembatan, burung bangau dll. Selesai makan kami pulang dengan rute yang berbeda pada saat berangkat. Kami lanjut ke jalan menuju Bandar Khalifah, baru setelah itu ketemu jalan raya Tebing Tinggi – Jalintim.