Minggu, 05 Februari 2012

Pay It Forward

Istilah ini menjadi populer ketika dijadikan judul dari sebuah novel dan film. Kisahnya bercerita seorang anak berusia 8 tahun yang bernama Trevor yang memiliki impian dunia dipenuhi dengan orang yang saling mengasihi. Dia memulai dengan memberikan kebaikan kepada tiga orang di sekitarnya, diharapkan tiga orang ini juga akan memberikan kebaikan kepada orang-orang disekitarnya.

Dari uraian singkat ini, sepertinya diantara kita sudah ada yang menangkap suatu skema yang tak asing, yaitu skema Multi Level Marketing. Kalau Ustad Yusuf Mansyur membuat skema serupa dengan nama Multi Level Amal. Namun dalam kesempatan ini saya tidak pingin berbicara banyak tentang MLM, namun saya menangkap sebuah semangat yang menggerakkan kegiatan pay it forward yaitu rela berkorban, rela memberi terlebih dahulu sebelum menerima. Sekali lagi saya tekankan memberi sebelum menerima.

Saya sangat meyakini hukum ‘kekekalan energi’ ini, siapa yang memberi pasti menerima. Memang istilah ini meminjam terminologi fisika, namun definisinya tentu tidak sama persis. Kalau di dunia fisika, hukum kekekalan energi time respond-nya saat itu juga, sementara di kehidupan sosial ada delay dalam time respond. Nah delay inilah yang membuat sebagian manusia kurang mempercayainya dan kurang berminat dengan pay it forward. Untuk mampu melakukan pay it forward dibutuhkan energi penggerak yaitu iman.

Dalam kehidupan sosial, hukum kekekalan energi bisa juga dibaca terbalik. Bisa jadi proses menerima datang terlebih dahulu sebelum memberi, tetapi setelah itu harus dilanjutkan dengan proses memberi. Apabila proses memberi tidak dilakukan, maka akan ada mekanisme pengambilan. Sebuah proses berpindahnya kepemilikan yang terjadi tanpa dikehendaki, dan biasanya menimbulkan rasa sakit.

Filosofi memberi didepan sebenarnya sudah diajarkan oleh berbagai macam agama, ditulis dalam berbagai kitab suci hingga pedoman dasar ber-pramuka, dikhutbahkan setiap waktu oleh para khatib hingga pembina upacara. Namun entah mengapa ajakan itu bagaikan gelombang radio yang mengalami interferensi. Dibutuhkan booster sebagai penguat agar dapat diterima receiver dengan baik.

Salah satu yang membedakan hukum energi versi fisika dengan versi sosial adalah volume yang diterima tidak sama dengan volume ketika memberi. Kelipatannya bervariasi hingga 700 kali lipat bahkan lebih. Dalam kontek ini kita juga bisa menggunakan pendekatan ekonomis. Memberi di awal dikategorikan sebagai investasi, sementara memberi di akhir dikategorikan sebagai biaya.

Seorang investor adalah adalah orang yang menanamkan modal diawal dan menikmati hasil investasinya kelak dikemudian hari. Walaupun nantinya dia tidak bekerja lagi, namun dia masih bisa menikmati hasil investasinya. Hasil yang dia dapat berlipat-lipat lebih besar dari jumlah yang ia berikan di awal. Sementara kalau kita menerima terlebih dahulu, maka setelah itu kita akan dikenakan biaya yang besarnya setaraf dengan apa yang telah kita terima.

Investasi dan biaya di atas adalah sekedar ilustrasi, kita bisa kembangkan dalam sisi kehidupan yang lain. Misalnya kesehatan. Ada ungkapan mencegah lebih baik dari pada mengobati. Silahkan dilanjutkan sendiri dengan sisi-sisi kehidupan yang lain.




Senin, 30 Januari 2012

Inspirasi

Ada beberapa hal yang menyebabkan sesuatu bergerak, kita bisa menyebutnya triger atau stimulus. Kalau benda mati bisa karena gaya gravitasi, kapiler, tekanan udara dsb. Sementara pada manusia ada yang namanya partisipasi versus mobilisasi. Ada juga inspirasi versus tekanan. Atau gampangannya seseorang bergerak karena disuruh atau kemauannya sendiri.

Dalam hal ini saya tidak pingin mendikotomikan partisipasi dengan mobilisasi atau inspirasi dengan tekanan. Kedua jenis triger ini sama-sama dibutuhkan dan positif pada jenis kondisi tertentu, namun tidak positif lagi kalau dilakukan secara terus menerus dan monoton. Suasana represif yang melahirkan triger mobilisasi, akan menghasilkan output yang besar dalam waktu yang pendek.

Di kalangan teknokrat era 90’an sangat terkenal idiom mobilisasi teknologi. Misalnya Habibie ingin mengejar ketinggalan Indonesia dengan Malaysia yang secara GNP malaysia 5 kali lebih besar dari Indonesia, atau Singapura 25 kali lebih besar dari Indonesia, maka Indonesia harus 5 kali, 25 kali lebih produktif dalam bekerja agar sama dengan Malaysia atau Singapura. Dan itu hanya bisa melalui teknologi. Maka dibuatlah target 2 juta manusia Indonesia harus menguasai teknologi canggih, dan untuk medapatkan 2 juta manusia harus dimulai dengan minimal 10 juta manusia, karena di dalamnya ada faktor seleksi alam.

Inspirasi merupakan sumber penggerak yang sangat besar, namun munculnya tidak bisa dipastikan. Oleh karena itu dibutuhkan kesabaran dan kecermatan. Para leluhur kita tahu pasti akan besarnya energi ispirasi, makanya diciptakan budaya yang didalamnya terkandung kisah-kisah yang walaupun tidak masuk akal, namun sarat dengan muatan inspirasi. Contohnya Wayang. Anak-anak tempo doeloe setelah menyaksikan pementasan wayang begitu terinspirasi dengan kepahlawanan Setyaki, kegagahan Werkudoro, atau keberanian Bolodewo.

Anak-anak sekarangpun tidak kehilangan sumber inspirasi. Warisan leluhur yang melewati rute jembatan putus, ternyata sudah ada penggantinya, tidak hanya satu warna, justru puluhan warna. Baik itu dari dunia dongeng Superman, Spiderman maupun dari dunia nyata, Ronaldo, Messi atau Valentino Rosi.

Inspirasi adalah kebutuhan nyata manusia. Kenyataan ini sudah ditangkap banyak orang dan dijadikan mata pencaharian. Motivator hadir diberbagai kota dengan berbagai segmen. Satu kondisi yang patut disyukuri, dinamika perubahan positip yang mewarnai negeri yang masih belum beranjak dari kelas berkembang.

Setiap kita bisa menjadi sumber inspirasi bagi orang lain dengan atau tanpa kita sadari. Dan berita gembiranya, itu adalah aset kita di akhirat kelak. So, jangan berhenti menghadirkan jejak langkah yang dapat menginspirasi orang lain.
Kata Ippo, Life is beautifull, love is wonderful, giving is powerfull, tak tambahi inspiration is more powerfull.