Kamis, 12 Februari 2015

Perpanjang Paspor di Bandung



Pengalaman saya perpanjang paspor di Kanim Bandung lumayan lancar. Sebelum pelaksanaan saya mencari informasi terlebih dahulu kepada teman-teman dan brosing internet. Ada dua cara pendaftaran offline dan online, saya memilih cara online. Dan ternyata pilihan saya tepat. Antrian offline mengular panjang sekali, sementara online hanya sekitar 3 orang. Saya datang jam 7 pagi dapat nomor antrian 14. Setelah dapat nomor antrian, saya mengisi form yang disediakan oleh pihak Kanim, sambil menunggu panggilan wawancara dan foto. Kegiatan wawancara dimulai pukul 07.30, dengan nomor antrian 14 saya dapat giliran wawancara pukul 08.45. Nggak terlalu lama lah, pukul 09.00 telah kelar.
Dokumen yang perlu disiapkan adalah:

  1.  Paspor lama plus fc halaman depan dan belakang yang ada data alamat.
  2. KTP plus fc
  3. KK plus fc
  4. Akte Kelahiran plus fc
  5. Rekomendasi atasan bagi karyawan
  6. Bukti pembayaran dari BNI
  7. Materai Rp.6000 1 lembar

Adapun prosedur online adalah masuk ke link http://bandung.imigrasi.go.id ikuti saja petunjuk yang ada, setelah selesai nanti ada notifikasi di email yang kita isikan. Selanjutnya kita membayar ke BNI dengan membawa form yang telah dikirimkan lewat email.
Setelah bayar kita mendapat bukti bayar yang didalamnya tertera nomor jurnal bank. Kemudian kita masuk ke hyperlink yang dikirimkan lewat email. Disitu kita memasukkan nomor jurnal bank dan memilih hari kunjungan ke Kanim. Waktu masuk ke hyperlink tersebut sering timeout, sepertinya servernya ada keterbatasan. Saya mengulang sampai 5 kali baru berhasil.

Oke pada jadwal yang telah kita tentukan, kita datang ke Kanim, diusahakan datang pagi untuk menghindari antrian yang panjang. Pengalaman saya mulai jam 8 antrian online sudah panjang. Sementara yang offline sudah ditutup karena sudah melebihi kuota. Pendaftaran offline kuota perharinya dibatasi, sementara online tidak ada batasan.
Hal yang perlu diperhatikan, jangan menggunkan baju / jilbab warna putih, karena background foto berwarna putih.

Sabtu, 22 November 2014

Belajar Kepada Iblis



Satu rutinitas yang cukup menarik bagi saya adalah pengajian tiap hari Sabtu ba’da sholat subuh. Formatnya, setelah pemateri menyampaikan suatu topic, dilanjutkan dengan penyampaian pendapat oleh para jamaah secara berurutan dari ujung. Pemateri tetapnya adalah dosen teknik sipil ITB, sementara jamaahnya beragam profesi khas suatu perumahan. Mulai dari satpam komplek sampai kapolda. Ada dokter, pengusaha, pegawai bank, penjahit, pegawai dan pensiunan Telkom, sampai mantan bupati juga ada.

Beragam latar belakang profesi inilah yang membuat diskusi menjadi menarik. Sebagaimana layaknya forum warga perumahan, diskusi inipun tak lepas dari candaan yang membikin suasana lebih hangat. Materinya cukup membutuhkan daya analitik berfikir, maklum pematerinya seorang dosen teknik ITB yang mau tidak mau pendekatan nalar berfikir lebih dominan. Dan hal inilah yang membuat salah satu jamaah akhirnya menyerah karena merasa tidak bisa mengikuti. Namun selebihnya tetap menikmati dan rajin memberikan pendapat berdasar pengalaman yang dimilikinya.

Waktu itu topik pembicaraannya adalah seputar dakwah yang menggunakan cara yang halus tanpa kekerasan. Satu pendapat yang menarik dari salah seorang jamaah yang menurut saya berfikir secara out of the box. Kita perlu belajar kepada iblis. Iblis dalam mendakwahkan kejelekan demikian sabarnya. Melalui bisikan-bisikan yang halus yang tak frontal namun dilakukan secara terus menerus yang membuat manusia tak sadar telah terpengaruh oleh tipu dayanya.

Kesabaran dan istiqomahnya iblis dalam mendakwahkan kejelekan inilah yang perlu kita ambil pelajaran. Bisa jadi iblis atau setan dari kalangan jin ini tertawa melihat rivalnya kalah set dalam pertarungan dakwah. Amar munkar yang dibawakan dengan halus ternyata lebih banyak mendapat simpati dan dukungan daripada amar makruf yang dibawakan dengan kekerasan dan paksaan. Bisa jadi dia berteriak kegirangan melihat blunder yang dilakukan oleh pihak lawan, gol bunuh diri kira-kira kalau dalam sepak bola.

Saya mendapat pelajaran yang sangat berharga dari forum ini, setiap fenomena yang hadir mengandung pelajaran. Kita bisa belajar dari apa saja, tidak hanya melalui guru sebagai pintu ilmu. Saya pikir pola pengajian model begini perlu dimasyarakatkan. Tentu bukan sebagai model terbaik yang akan jadi acuan, namun lebih sebagai pelengkap dari model-model yang telah hadir lebih dulu. Karakteristik masyarakat berbeda-beda, dan masing-masing punya model yang cocok bagi dia.