Minggu, 16 November 2014

Nggedabrus Tapi Serius



   Dulu, sebelum kemunculan facebook, dunia maya diramaikan oleh blog sebagai ajang bersosialisasi, berekspresi, aktualisasi diri dan lain lain. Setelah munculnya facebook dunia blog mulai tersisih. Facebook menawarkan kemudahan dan kepraktisan untuk bereksistensi di dunia maya. Nggak perlu punya ketrampilan menulis untuk bisa exis. Nggak perlu juga punya pengalaman menjelajah wilayah yang tidak biasa dikunjungi kebanyakan orang. Juga tidak dibutuhkan suatu keahlian khusus yang apabila diceritakan akan membuat banyak orang terpesona. Hidung gatel, mata ngantuk, kuku cantengen sudah cukup jadi bahan postingan di wall.
   Dunia maya menjadi semakin ramai, operator telco makin berlomba menggelar jaringan broadband. Sudah nggak jamannya lagi orang melamun, diam sejenak saja langsung diisi dengan aktifitas online. Saat ini materi postingan tidak lagi melulu bercerita tentang kopi yang pahit, sambel yang pedes atau asem yang kecut. Seiring perkembangan tanah air yang lagi kemaruk politik, wall facebook dipenuhi dengan postingan tautan  dari media yang berisi prestasi tokoh politik pujaannya atau kejelekan tokoh lawan politiknya. Komentar nyinyir dan sanjunganpun menyertainya.
    Nah yang terakhir inilah yang membuat sebagian kalangan, paling tidak saya, merasa tidak nyaman berada dalam lingkungan facebook. Aroma kebencian yang ditebarkan teman-teman bagaikan bertetangga dengan pemelihara anjing. Setiap lewat digonggongin. Menyapanya saja sudah nggak nyaman. Hai kau anjing. Tuh kan, menyapa dengan benerpun terasa nggak enak.
   Lha terus mau gimana lagi, kalau sukanya atau bisanya menggonggong, masak disuruh berkicau? Apa malah disuruh diam saja? We lhadalah, ya malah salah kaprah. Kukut bisnis internet. Kicauan burung yang merdu harus diperbanyak untuk menetralisir gonggongan anjing. Apapun kondisinya, kegiatan menulis harus tetap berlangsung. Ada dua buah kalimat yang cukup nendang dalam memotivasi menulis. Perbedaan manusia pra sejarah dan modern adalah tulisan, jadi kalau nggak mau disebut manusia pra sejarah, ya harus menulis. Kemudian yang kedua, sepintar-pintar orang, kalau dia tidak mau menulis, maka dia akan ditelan jaman, lenyap tak berbekas.
    Para blogger yang sudah terlena oleh facebook, kini mendapatkan momentum untuk kembali menulis yang tidak sekedar cuap-cuap. Menulis dalam blog membawa misi menebarkan inspirasi, kebahagiaan, persaudaraan, mengasah daya analitik berfikir dan tak ketinggalan banyolan yang menyegarkan. Topik ringan yang bernada nggedabrus bukanlah tanpa makna. Keakraban, kehangatan justru tercipta dengan topik-topik nggedabrus. Bakul jamu tak pernah kesepian pengunjung, setiap kali dia ‘ngoceh’ selalu dipenuhi orang yang khusyuk mendengarkan, beda dengan khotib atau penceramah yang ditinggal tidur jamaah.
    Jadi pede aja yang bisanya cuma menulis tema-tema nggedabrus, menulis harus tetap jalan terus. Nggedabrus tapi serius..

Kamis, 14 Juni 2012

Mindset Gelas Setengah Kosong


Masih ingat dengan petuah sopir bis Jaya Utama?  Syukurlah, ternyata masih banyak yang ingat. Tapi bolehlah saya ulang lagi, karena di belakang sana ada yang pada ngantuk. Berbuat atau berkata benar itu baik, tapi kalau berebut merasa paling benar jadi tidak baik. Tetapi ada kalanya, kita tidak bisa menghindar dari upaya memperebutkan kebenaran. Nggak masalah, no problemo, its ok.

Lho gimana sih, katanya nggak baik, tapi kok malah oka-oke saja, oo.. dasar lambene rusak ,mencla mencle, nggedabrus! Sik ta la rek, jangan misuh-misuh dulu. Maksud saya gini, kalau berebut kebenaran itu kita letakkan dalam bingkai BELAJAR tentu menjadi lain konteksnya. Proses belajar, memberikan ruang yang cukup pada kesalahan. Kesalahan dalam proses belajar bukanlah suatu akhir. Kesalahan hanyalah titik transit, rest area sebelum berhenti di Batununggal atau Leuwipanjang.

Ketika ada orang yang baru pertama kali menempuh perjalanan Jakarta – Bandung, kemudian dengan lantang mengatakan “Wah ternyata Jakarta – Bandung jauh sekali, jalannya berkelok-kelok, macet, sering berhenti di terminal, capek deh”. Tentu kita akan maklum karena dia lewat jalur puncak. Tentu sikap lantangnya akan berubah ketika pada kesempatan berikutnya menggunakan jalur Tol Cipularang, yang ternyata cepat dan mulus jalannya.

Proses belajar pada hakekatnya adalah sebuah paket bundling dalam suatu produk yang bernama manusia. Kesadaran akan tugas belajar, akan menghadirkan mindset gelas setengah kosong. Yaitu sebuah mindset yang masih memberikan ruang pada gelas untuk bisa diisi air lagi.  Sebaliknya, hilangnya kesadaran akan tugas belajar akan melahirkan mindset gelas penuh, yang tak bisa lagi diisi air. Menjadi sia-sialah menuang air pada gelas yang penuh.  

Nah itu yang duduk di pojok belakang, kok masih ngantuk aja, saya kasih pertanyaan, “Gajah hanya ada dimana? “ . “Di paling belakang Pak”. Bagus berarti sudah hilang ngantuknya...