Satu rutinitas yang cukup menarik bagi saya adalah pengajian
tiap hari Sabtu ba’da sholat subuh. Formatnya, setelah pemateri menyampaikan
suatu topic, dilanjutkan dengan penyampaian pendapat oleh para jamaah secara
berurutan dari ujung. Pemateri tetapnya adalah dosen teknik sipil ITB,
sementara jamaahnya beragam profesi khas suatu perumahan. Mulai dari satpam
komplek sampai kapolda. Ada dokter, pengusaha, pegawai bank, penjahit, pegawai
dan pensiunan Telkom, sampai mantan bupati juga ada.
Beragam latar belakang profesi inilah yang membuat diskusi
menjadi menarik. Sebagaimana layaknya forum warga perumahan, diskusi inipun tak
lepas dari candaan yang membikin suasana lebih hangat. Materinya cukup
membutuhkan daya analitik berfikir, maklum pematerinya seorang dosen teknik ITB
yang mau tidak mau pendekatan nalar berfikir lebih dominan. Dan hal inilah yang
membuat salah satu jamaah akhirnya menyerah karena merasa tidak bisa mengikuti.
Namun selebihnya tetap menikmati dan rajin memberikan pendapat berdasar
pengalaman yang dimilikinya.
Waktu itu topik pembicaraannya adalah seputar dakwah yang
menggunakan cara yang halus tanpa kekerasan. Satu pendapat yang menarik dari
salah seorang jamaah yang menurut saya berfikir secara out of the box. Kita
perlu belajar kepada iblis. Iblis dalam mendakwahkan kejelekan demikian
sabarnya. Melalui bisikan-bisikan yang halus yang tak frontal namun dilakukan
secara terus menerus yang membuat manusia tak sadar telah terpengaruh oleh tipu
dayanya.
Kesabaran dan istiqomahnya iblis dalam mendakwahkan
kejelekan inilah yang perlu kita ambil pelajaran. Bisa jadi iblis atau setan
dari kalangan jin ini tertawa melihat rivalnya kalah set dalam pertarungan
dakwah. Amar munkar yang dibawakan dengan halus ternyata lebih banyak mendapat
simpati dan dukungan daripada amar makruf yang dibawakan dengan kekerasan dan
paksaan. Bisa jadi dia berteriak kegirangan melihat blunder yang dilakukan oleh
pihak lawan, gol bunuh diri kira-kira kalau dalam sepak bola.
Saya mendapat pelajaran yang sangat berharga dari forum ini,
setiap fenomena yang hadir mengandung pelajaran. Kita bisa belajar dari apa
saja, tidak hanya melalui guru sebagai pintu ilmu. Saya pikir pola pengajian
model begini perlu dimasyarakatkan. Tentu bukan sebagai model terbaik yang akan
jadi acuan, namun lebih sebagai pelengkap dari model-model yang telah hadir
lebih dulu. Karakteristik masyarakat berbeda-beda, dan masing-masing punya
model yang cocok bagi dia.