Senin, 30 Januari 2012

Ketika Kata-Kata Kehilangan Makna

Tulisan ini terinspirasi oleh tayangan TV One yang mewawancarai Ruvita Sari, seorang model iklan yang kabur dari rumah akibat perselisihan dengan ibu kandungnya, dan lebih memilih ibu angkatnya, Bunda Maya. Dalam tayangan itu, baik psikolog maupun ibu kandungnya tak mampu merayu Ruvita untuk kembali ke rumah berkumpul kembali bersama ibu kandungnya.

Tentu disini saya tak bermaksud sok tahu dengan memberikan formula jitu sebagai solusi atas permasalahan yang sedemikian pelik. Yang saya tahu, setiap finomena sosial yang hadir di tengah-tengah kita, bukanlah hadir begitu saja. Di balik itu semua ada Allah yang ingin memberikan hikmah, bagi yang menghendaki.

Satu peristiwa mengandung banyak hikmah, sehingga nggak perlu kita memperebutkan atau saling klaim bahwa hikmah tertentulah yang paling sesuai. Bagi saya, ada beberapa hal yang bisa dijadikan hikmah. Saya yakin, Ruvita mengalami ketidaknyamanan bersama ibu kandungnya tidak dalam kurun waktu yang singkat, namun terakumulasi.

Sang anak mengalami trauma, dan pada saat yang sama menemukan tempat yang nyaman yaitu Bunda Maya. Salahkah Vita? Salahkan Ibu kandung Vita? Salahkah Bunda Maya? Kalau kita mau mencari kesalahan, siapa sih yang nggak punya kesalahan? Di dunia ini yang paling gampang adalah mencari kesalahan.

Setahu saya, agama hadir bukan hanya sebagai sumber dari segala sumber hukum, ada peran sebagai lap penyeka air mata. Dalam suasana dimana air mata berderai, kata-kata akan kehilangan makna. Pelukan hangat, teman duduk yang mengayomi dan bisikan-bisikan yang menyemburkan energi yang menyehatkan mental, tentu sangat bermanfaat bagi Vita.

Saya yakin, Allah menciptakan manusia dibekali dengan ‘anti bodi’ yang sanggup menyelesaikan apapun jenis permasalahannya. Namun, ibarat tanaman, anti bodi hanyalah sebuah bibit yang apabila tak ditanam, dirawat tak akan tumbuh menjadi tanaman.

Ketika melihat tayangan itu, saya sangat berharap sudahlah segera akhiri acara itu. Segala cerita tentang Vita justru menambah sakit, rayuan psikologpun bagai magnet menarik plastik, tiada daya. Saya berharap Bunda Maya memiliki energi yang cukup untuk menghadapi Vita dan ibunya. Teringat idiom Jawa yang jadi taglinenya Majalah Joyoboyo : Surodiro joyoningrat lebur dening pangastuti. Semoga setelah itu kata-kata akan mengandung makna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar